
Adab yang Menahan Langit
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي أَمَرَ بِبِرِّ ٱلْوَالِدَيْنِ، وَأَوْصَى بِإِكْرَامِ ٱلْكَبِيرِ، وَحَثَّ عَلَىٰ حُسْنِ ٱلْأَدَبِ فِي كُلِّ حِينٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ٱللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ
Jamaah jumah rahimakumullah…
Hidup ini penuh dengan peluang amal. Kita berlomba-lomba dalam shalat berjamaah, puasa sunnah, dan sedekah yang banyak. Namun seringkali kita lupa, bahwa ada amalan kecil yang nilainya sangat besar di sisi Allah: yaitu adab.
Adab bukan sekadar sopan santun biasa. Ia adalah cahaya yang menyinari amal kita. Bahkan, kadang satu bentuk adab bisa lebih agung daripada seribu rakaat shalat sunnah.
Saat ini, kita hidup di zaman yang serba cepat, serba instan. Tapi justru
karena itulah kita seringkali melupakan satu hal yang penting: yaitu adab.
Adab dalam berbicara.
Adab dalam bersikap.
Adab dalam memperlakukan orang lain.
Jamaah jumah rahimakumullah…
Adab itu bukan basa-basi.
Adab itu cermin iman.
Adab itu bukan sekadar sopan, tapi jalan menuju keberkahan hidup.
Dengarkan sabda Nabi ﷺ, yang begitu tegas dan menyentuh:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
Bukan dari golongan kami, orang yang tidak menghormati yang lebih
tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak menghargai orang berilmu.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Hadits Nabi ﷺ tentang pentingnya adab
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
Artinya:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 273), Ahmad, dan lainnya.
Atsar dari Imam Abdullah bin al-Mubarak رحمه الله
نَحْنُ إِلَى قَلِيلٍ مِنَ الْأَدَبِ، أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيرٍ مِنَ الْعِلْمِ
Artinya:
Kami lebih membutuhkan sedikit adab daripada banyak ilmu.
Al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Jāmi’ li Akhlāq ar-Rāwī (1/79)
Atsar dari Imam Malik رحمه الله
تَعَلَّمْنَا الْأَدَبَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْعِلْمَ
Artinya:
Kami mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu.
Ibnul Qayyim dalam Miftāḥ Dār as-Sa’ādah (1/168)
Ini menunjukkan bahwa akhlak (dan adab) adalah inti dari misi kerasulan.
Hadits tentang kedudukan akhlak/adab dibandingkan ibadah formal
عَنْإِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ
الصَّائِمِ الْقَائِمِ
Artinya:
Seorang mukmin dengan akhlaknya yang baik bisa mencapai derajat orang yang
rajin berpuasa dan shalat malam.
Jamaah jumah rahimakumullah…
Sebuah Kisah Penuh Cahaya
Mari kita renungkan ...
Pagi masih gelap. Udara dingin menyelimuti. Azan Subuh menggema, memanggil para pecinta Allah. Saat itulah Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA bergegas menuju masjid, ingin meraih Subuh berjamaah bersama Rasulullah ﷺ.
Di tengah jalan, beliau bertemu seorang lelaki tua. Jalannya pelan. Punggungnya bungkuk. Rambutnya memutih seluruhnya. Bukan Muslim. Tidak dikenal.
Tapi Sayyidina Ali tidak berani melangkahinya. Ia tahu, uban dan lemah itu adalah tanda perjalanan panjang yang harus dimuliakan.
Maka ia menahan langkahnya. Menjaga adab. Rela tertinggal salat berjamaah demi menghormati yang lebih tua.
Jamaah jumah rahimakumullah…
Sesampainya di masjid, Sayyidina Ali terkejut. Rasulullah ﷺ masih dalam posisi ruku’, sangat lama. Setelah shalat selesai, beliau bertanya:
“Wahai
Rasulullah, mengapa engkau ruku’ begitu lama?”
Maka Rasulullah ﷺ
menjawab:
“Wahai Ali, Jibril menahan punggungku dengan sayapnya, agar engkau sempat
mengejar rakaat ini.”
Jamaah jumah rahimakumullah…
Itu bukan ruku’ biasa, itu ruku’ yang ditahan oleh langit. Jibril menahan Nabi ﷺ. Mikail menahan matahari. Waktu pun tertunda. Semua itu bukan karena ilmu Sayyidina Ali, bukan karena nasabnya, bukan karena keberaniannya...Tapi karena adabnya.
Adab yang Menggetarkan Arsy
Adab adalah kemuliaan jiwa. Lihatlah bagaimana langit tunduk karena satu bentuk adab. Maka renungkan...
Jika Sayyidina
Ali tidak meninggikan dirinya atas seorang renta, lalu siapa kita—yang penuh
dosa—berani sombong kepada dunia?
Jika langit pun gentar karena satu adab, mengapa kita tak gentar saat
meninggalkan sopan santun dan akhlak?
Nabi ﷺ bersabda:
Sesungguhnya
Allah memandang wajah orang tua setiap pagi dan sore, lalu berkata: Wahai
hamba-Ku, usiamu telah tua, kulitmu telah keriput, tulangmu telah rapuh.
Malulah kepada-Ku, karena Aku pun malu menyiksamu di neraka.”
(HR. Anas bin Malik RA)
Jamaah jumah rahimakumullah…
Kita sering melangkahi yang lemah. Menyisihkan yang renta. Mengangkat suara kepada orang tua. Kita lupa bahwa satu bentuk adab dapat mengubah takdir, dan menjadi sebab turunnya rahmat dari langit.
Pesan untuk yang Rambutnya Memutih
Dan engkau...
Wahai yang rambutnya telah memutih, jangan tunda taubat. Umurmu tak panjang.
Dunia ini fana.
Allah malu menyiksamu di neraka—tapi apakah engkau juga malu kepada-Nya?
Jamaah jumah rahimakumullah…
Marilah kita muliakan yang tua, lindungi yang lemah, dan pelihara adab di hadapan siapa pun. Karena adab adalah mahkota mulia bagi seorang mukmin.
Sebagai penutup, untuk seluruh jamaah Jum’ah yang dirahmati Allah — terlebih bagi saudaraku yang sedang dalam perjalanan, baik untuk silaturahim maupun karena keperluan safar — izinkan kami memanjatkan doa ini dengan penuh harap:
Ya Allah… limpahkanlah kepada kami rizki yang halal, yang Engkau berkahi lahir dan batin.
Lindungilah setiap langkah kami, lapangkan jalan kami, dan antarkan kami sampai tujuan dengan selamat dan sejahtera.
Dan saat kami kembali, kembalikanlah dalam keadaan penuh kebaikan, membawa keberkahan, dan tetap dalam pelukan kasih sayang serta maghfiroh-Mu yang maha Luas .
amin ya robbal alamin
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْأَدَبِ، وَوَفِّقْنَا لِبِرِّ الْوَالِدَيْنِ، وَاحْفَظْنَا مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُرُورِ، وَاجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الْمُتَوَاضِعِينَ